Menatap Pesona Sunset Bumi Tanadoang

Menatap Pesona Sunset  Bumi Tanadoang

Minggu, 29 Januari 2012

Mengenang Sosok Syukri Burhan Pemimpin Umum Harian Pos Kota


Kepergian HM Syukri Burhan untuk selama-lamanya dalam usia 58 tahun pada Sabtu (28/1) pukul 01.20 WIB, mengejutkan dan terasa begitu mendadak, di tengah semangatnya sebagai Pemimpin Umum Harian Pos Kota untuk mendinamisir iklim kerja melalui berbagai perubahan akhir-akhir ini.
Pak Syukri  demikian almarhum akrab disapa di lingkungan karyawan grup Pos Kota  siapa menyangka akan pergi secepat ini kalau melihat postur tubuhnya yang subur dan segar. Sehingga ketika Sabtu dini hari, kabar duka itu datang melalui pesan singkat di telepon genggam, sesaat tak percaya.
Kenangan akan kepribadian dan pembawaannya yang kalem, serta merta melintas dalam benak kami. Rasanya seperti baru kemarin kita bersendau gurau di ruang kerjanya di lantai 2 kantor Gedung Pos Kota Jalan Gajah Mada 100, Jakarta Barat.
Pak Syukri adalah wartawan yang menggeluti dan meniti karir profesi jurnalis di Pos Kota sejak 1 November 1974.  Pembawaan kesehariannya yang kalem dan tenang, adalah salah satu kepribadian yang memudahkannya bergaul dengan siapa saja. K
Kepribadian yang tak sekadar mebuat mudah bagi kami para wartawan yunior  tapi juga nyaman.  Hal yang sungguh dibutuhkan para wartawan muda di Pos Kota di tengah suasana serba ketergesaan dan tekanan tenggat waktu dalam kerja jurnalistik.
Ketika Pak Syukri masih menjabat sebagai Redaktur Pelaksana Harian Pos Kota, beberapa wartawan dapat merasakan kenyamanan komunikasi itu. “Aspiratif terhadap bawahan,” komentar beberapa jurnalis muda saat itu.
 “Ada persoalan apa? Tak ada masalah yang tidak bisa diatasi, deh …” begitu kalimat pembuka setiap kali menerima kami yang ingin menemuinya di ruang kerja. Kalimat yang tentu saja membuat kami merasa lebih leluasa mengungkapan persoalan apa saja.
Di lingkungan wartawan liputan bidang kriminalitas misalnya, Pak Syukri piawai memotivasi agar kami terus mempertahankan militansi dan totalitas kerja.  Pesannya itu hampir selalu terselip dalam rapat-rapat formal redaksi maupun informal.
Cara penyampaian yang kalem, bahkan hati-hati dalam memilih kata,  “gaya Jawa”  sebutan kami, padahal almarhum kelahiran Palembang – membuat sebuah instruksi seolah bukan instruksi. Bahkan dalam percakapan di udara melalui handie talky (HT) pada tahun 1982, Pak Syukri yang menggunakan kode panggilan “Gajah-3”, tak bisa menghilangkan gaya kalemnya.
(Pada tahun 80-an semua wartawan Pos Kota memang dibekali HT untuk memudahkan dan mempercepat komunikasi liputan berita). “Gama 1, 10.2 (posisi, Red)?” panggilnya  pada suatu malam melalui HT. (Gama-1 adalah kode panggil untuk koordinator liputan berita kriminalitas Pos Kota).
“Lingkar badai di Selatan, Pak…” jawab saya.
“Bisa 10.8  (meluncur, Red) warung sate Gunung Sahari? Ajak teman-teman Gama yang lain ya …” Maka kamipun para “wartawan kriminal” ramai-ramai meluncur melewatkan malam dengan menyantap sate dan sup kegemaran almarhum ditingkahi senda gurau dan tawa lepas kami.  Keakraban yang membuat hubungan pimpinan  bawahan seolah tanpa jarak lagi.
Dalam menanggapi beragam keinginan para wartawan, Pak Syukri juga tipikal pepimpin yang sulit menjawab dengan menggunakan kata “tidak”. Sepanjang keinginan itu logis dan realistis, hampir pasti Pak Syukri meluluskan usulan-usulan kami.
Pada tahun 1987 contohnya, ada salah seorang wartawan yunior mengajukan rencana liputan investigasi dengan biaya relatif besar dan mengharuskan sang wartawan tidak masuk kantor selama 2 bulan.
Setelah membaca term of reference (TOR) atau rancangan liputan selidik itu, Pak Syukri tersenyum, seraya “menuntut” jaminan berhasil dengan pertanyaan, “Hasilnya pasti oke kan?”
Begitulah. Tak bertele-tele, simpel, praktis dan cepat.
Iklim kerja keredaksian yang dibangun dengan kepemimpinan yang kalem, ini ternyata tak mengurangi dinamika kerja wartawan. Walhasil dalam beberapa hal malah membuat wartawan muda Pos Kota kala itu  diam-diam berlomba-lomba unjuk vitalitas kerja dengan membuat liputan terbaik.
Ketika karir Pak Syukri terus menanjak dari redaktur pelaksana kemudian dipercaya menduduki kursi pemimpin redaksi, dan akhirnya sebagai pemimpin umum, keakrabannya dengan wartawan tak berubah.
Hanya kami para yunior yang kemudian memilih membatasi diri saat berada di kantor, tapi di luar jam kantor, Pak Syukri tetaplah senior, sahabat, motivator andal kami hingga pekan-pekan sebelum akhirnya jatuh sakit.
Kepergian Pak Syukri untuk memenuhi panggilan Sang Khalik, tentu saja merupakan kehilangan besar kami, segenap wartawan dan karyawan Pos Kota. Terlebih banyak dari kami yang tak tahu persis apa sakit Pak Syukri, karena agaknya begitulah wartawan, cenderung “abai” dengan sakit.
Malas ke dokter, merasa benar-benar sakit kalau badan sudah tak mampu bangun dari tempat tidur. Lima bulan lalu saat gula darahnya tiba-tiba naik hingga 400 yang membuatnya harus dirawat di RS di Jatinegara, Jakarta Timur, Pak Syukri terkesan tenang-tenang saja.
Sekeluar dari RS dua minggu kemudian, Pak Syukri langsung pun ngantor. Aktif kerja lagi. Agaknya itu pula yang mengakibatkan mendadak pada Desember 2011 dirawat lagi di Tangerang, kali ini karena tekanan darahnya yang terus meninggi.
Karena kondisinya terus memburuk, keluarga memidahkannya ke RSCM. Namun, belum genap dua pekan, Pak Syukri meninggal dengan tenang, dengan dihantar doa keluarga dan kerabat dekat yang mengelilinginya.
Selamat jalan, Kakanda … Beristirahatlah dengan tenang di tempat yang paling dimuliakan oleh-Nya.  (dar)

Tidak ada komentar:

TOP RELEASE

Gaul Cell Selayar

Gaul Cell Selayar
Jual Beragam Jenis Telefon Selular & Melayani Service Kerusakan Ponsel
Powered By Blogger