Menatap Pesona Sunset Bumi Tanadoang

Menatap Pesona Sunset  Bumi Tanadoang

Selasa, 06 Maret 2012

Satpol PP Kepulauan Selayar Siap Maksimalkan Penegakan Peraturan Daerah


Mengawali tahun 2012, Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Kepulauan Selayar, kembali menciptakan serangkaian langkah terobosan untuk menunjang maksimalisasi pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, dalam mengawal langkah penegakan peraturan daerah.
Salah satu langkah terobosan tersebut, dituangkan dalam bentuk kegiatan penerimaan dan recruitmen terhadap 70 orang tenaga polisi pamong praja baru.
Kepala Kantor Satuan Polisi Pamong Praja, Ar. Krg. Gassing kepada wartawan mengungkapkan, “keberadaan tenaga polisi pamong praja baru  di lingkungan Satpol PP Kabupaten Kepulauan Selayar ini, diharapkan mampu memberi kontribusi bernilai plus, terutama dalam pelaksanaan fungsi dan tugas pokok aparat satuan polisi pamong praja di lapangan”.
Kedepannya, aparat satuan polisi pamong praja Kabupaten Kepulauan Selayar diharapkan dapat lebih maksimal di dalam menjalankan tugas dan fungsi pengawasannya terhadap segala bentuk tindak pelanggaran ketentuan peraturan daerah. 
Salah satu contohnya, yakni peningkatan pengawasan terhadap kegiatan pengolahan kayu tak berizin yang akhir-akhir ini kembali marak terjadi. Disamping, masih  santernya issu seputar kegiatan illegal fishing baik, pengeboman, pembiusan ikan, maupun kegiatan pengangkatan dan pengolahan karang laut, sejenis bambu laut, dan karang merah yang diduga masih kerap terulang di beberapa titik perairan di dalam wilayah perairan Kabupaten Kepulauan Selayar, tandas Krg. Gassing.
Terkait upaya peningkatan kinerja aparat satuan polisi pamong praja di daerah ini, Ar. Krg. Gassing tidak henti-hentinya meminta bantuan partipasi dan peran serta masyarakat luas untuk sedini mungkin menyampaikan dan melaporkan indikasi terjadinya tindak pelanggaran peraturan daerah dengan sesegera mungkin melayangkan pengaduan secara langsung dan terbuka ke sentra pengaduan masyarakat yang terpusat di kantor satuan polisi pamong praja di ruas jalan Jenderal Ahmad Yani, Benteng Selayar. (fadly syarif)  
 
   

Minggu, 04 Maret 2012

Pemkab Kepulauan Selayar & Kampus Unhas Tandatangani MoU Pengelolaan Sumberdaya Kelautan


Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar, menggaet Universitas Hasanuddin (Unhas, red) Makassar untuk terlibat dalam pengkajian, pengembangan, dan pengelolaan sumber daya laut dan perikanan di pulau-pulau kecil dan Pulau Takabonerate.
Nota kesepahaman (MoU) pelaksanaan kerja sama pekerjaan tersebut ditandatangani di Kampus Unhas  Makassar, Rabu (29/2), antara Rektor Unhas Prof Dr Idrus A Paturusi dan Bupati Kepulauan Selayar Drs. H. Syahrir Wahab, MM, disaksikan pejabat kedua pihak.
Pada kesempatan yang sama, Unhas juga menandatangani nota kesepahaman dengan Coral Triangle Center (CTC) yang berkedudukan di Sanur Bali, diwakili Riry Jauhari, MSc, sebagai mitra dalam pelaksanaan pengkajian sumberdaya kelautan dan perikanan di Kabupaten Kepulauan Selayar.
Kerjasama yang berlangsung tiga tahun dan dapat diperpanjang atau dihentikan atas kesepakatan kedua pihak itu, mencakup pelaksanaan penelitian, pengembangan dan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan serta pengembangan pulau-pulau kecil untuk kepentingan pendidikan, ekonomi, wisata di Pulau Takabonerate. Termasuk juga di dalamnya adalah kegiatan desiminasi, sosialisasi dan advokasi.
Unhas akan melaksanakan kerja sama ini di lapangan dengan ujung tombak Pusat Penelitian, Pengembangan, dan Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Unhas. Sementara kerja sama dengan CTC dititikberatkan pada hubungan kerja profesional yang menguntungkan para pihak dalam pelaksanaan kerja sama ini.
Oleh sebab itu dengan Unhas, CTC akan berupaya mewujudkan konservasi sumberdaya kelautan dan perikanan, melaksanakan pendidikan dan pelatihan, pengelolaan wilayah, kemitraan dan pengabdian pada masyarakat, serta melaksanakan studi kasus tentang konservasi laut.
Rektor Unhas Idrus A Paturusi menyambut baik kerja sama ini, karena Unhas memiliki sumber daya manusia yang dapat bermitra dengan Pemkab Kepulauan Selayar. "Ini merupakan satu kesempatan baik, apalagi ada satu pulau kosong yang dapat digunakan untuk mengembangkan sektor peternakan sapi, kata Idrus Paturusi.
Bupati Kabupaten Kepulauan Selayar Syahrir Wahab mengatakan, wilayah yang dipimpinnya memiliki 130 pulau, 29 pulau di antaranya pulau berpenduduk. Di Kepulauan Takabonerate sendiri terdapat 27 pulau, baru tujuh pulau di antaranya yang sudah berpenghuni. "sedang luas daratan Kabupaten Kepulauan Selayar sendiri mencapai, 1.357,03 km persegi dan laut seluas 9.146,66 km persegi," ujar bupati jebolan Fakultas Sosial Politik Unhas tersebut.
Menurut dia, Selat Selayar termasuk celah yang sangat padat dilalui kapal, setelah Selat Malaka. Perairan bagian timur berbatasan dengan laut dalam. Tempat migrasinya berbagai jenis ikan yang sangat potensial bagi pemenuhan kebutuhan cadangan ikan secara nasional maupun global.
Kabupaten Kepulauan Selayar, lanjut Bupati, juga merupakan salah satu titik dari segitiga terumbu karang dunia. Segitiga terumbu karang ini merupakan sebuah istilah yang digunakan dengan mengacu pada segitiga perairan laut tropik dari Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Salomon, dan Timor Leste. Di wilayah segitiga terumbu karang ini kata Syahrir, hidup sedikitnya 500 jenis species ikan.(*)

Rumah Berukuran 5x8 Meter Saksi Bisu, Kehiupan Miskin Elias Idris & Keluarga

Dikala sebahagian warga masyarakat masih terlelap dalam tidur panjang dan buaian mimpi-mimpi indahnya, Elias Idris (40 thn), justeru sudah harus bangun menyambut pagi yang ceria sembari menggayuh becak menuju ruas jalan. 
Tempat di mana, dia harus memulai rutinitas paginya sebagai seorang petugas penyapu jalan kota. Sebuah profesi yang sangat riskan menimbulkan penyakit inveksi saluran pernafasan atau yang dalam bahasa medisnya acap kali disingkat dengan sebutan penyakit Ispa. 
Terlebih lagi, dalam menjalankan rutinitas kesehariannnya, Elias sama sekali tidak mengenakan alat proteksi kesehatan, semisal masker penutup hidung dan mulut, untuk mengurangi efek samping yang disebabkan oleh debu jalanan beterbangan, saat sapu lidinya mulai beraksi menyingkirkan sampah berserakan di pinggiran jalan.
Melakoni rutinitas mencari nafkah di jalanan, tentulah merupakan sebuah pekerjaan yang sangat beresiko dan berbahaya. Karena maut, seakan tak pernah berhenti mengintai kehidupan bersamaan, dengan kian padatnya jumlah kendaraan yang hilir mudik di ruas-ruas jalan utama perkotaan.
Namun, Elias tak punya pilihan lain, terkecuali harus tetap melakoni kehidupan kesehariannya itu sebagai seorang petugas penyapu jalan, meski gaji yang dia diperoleh setiap bulannya, masih terbilang sangat minim dan betul-betul hanya cukup untuk menutupi kebutuhan sembilan orang anggota keluarganya.
Gaji senilai lima ratus ribu rupiah perbulan yang diterima Elias dari Dinas Kebersihan & Pertamanan Kabupaten Kepulauan Selayar, terkadang hanya cukup untuk menutupi kebutuhan biaya perbaikan rumah, dan pembayaran sewa tanah, lokasi pembangunan rumahnya, kepada Sang pemilik lahan, bernama, Dg. Sandak.
Di dalam bangunan rumah berukuran 5x8 meter, berdinding, papan dan seng-seng bekas, yang ruang tamu serta kamar tidurnya, hanya dipisahkan oleh selembar kain pelaminan bekas berwarna hitam inilah, Elias Idris, bersama sembilan orang anggota keluarganya yang lain melewatkan suka duka kehidupan selama kurun waktu lima belas tahun.
Meski keluarga ini, harus melewatkan roda kehidupan dan tinggal berteduh di bawah atap rumah bocor dengan atap bagian depan rumah yang terbuat dari bahan baku gamacca yang mulai terlihat memprihatinkan tingkat kerusakannya. Belum  lagi, dinding bagian depan rumah yang terdiri beberapa lembar papan bekas berwarna kusam.
Tiga lembar diantaranya, bahkan telah sempat  dilumuri cat warna biru. Tapi, persoalan biaya lagi-lagi harus menjadi kendala untuk merampungkan proses pengecatan dinding rumah berukuran mungil sederhana ini. 
Sementara, sumur yang sehari-harinya dijadikan sebagai  sumber air bersih untuk memenuhi kebutuhan vital keluarga ini hanya tampak dipagari dengan dua buah ban mobil bekas. Kemudian disampingnya, terlihat pula sebuah dudukan wc tanpa dinding, beralaskan lantai semen yang tampak mulai mengalami keretakan di sana-sini.
Di atas lantai semen tanpa dinding ini pula, sang penghuni rumah meletakkan ember, dan baskom yang akan mereka gunakan dalam menyelesaikan pekerjaannya, baik mencuci pakaian, maupun mencuci piring dengan dukungan rak piring berbahan baku papan bekas seadanya.
Potret kemiskinan semakin lengkap terlihat dari tali jemuran yang menggelantung di samping kiri-kanan rumah, selain juga terlihat sebuah rak sepatu yang lagi-lagi dibuat pemiliknya dari bahan baku papan bekas.
Syukur-syukur, masih terdapat beberapa pot tanaman berisi bunga segar yang sedikit mengurangi nuansa ke kumuhan di sekitar areal pekarangan rumah ini. Sedangkan, ruang tamu harus difungsi gandakan sebagai kamar tidur, dan ruang makan.
Bahkan, anggota keluarga di rumah ini terkadang harus tidur melantai di ruang tamu dengan menggunakan alas tikar seadanya untuk menghindari pengaruh resapan dingin lantai.
Kondisi yang tak jauh berbeda, juga  sangat kontras terlihat pada bagian ruang tengah rumah yang juga ikut difungsi gandakan sebagai ruang nonton keluarga, dapur, dan tempat meletakkan dua buah tempat tidur, yang salah satu diantaranya, hanya ditutupi oleh selembar papan bekas.
     Himpitan ekonomi dan kemiskinan, bahkan tak pernah dirasakan keluarga ini sebagai sebuah bentuk kekurangan. Karena satu hal yang pasti, bahwa roda  kehidupan  masih sangat panjang dan harus tetap berlanjut.
Berangkat dari motivasi ini, seusai melakukan tugas rutinnya sebagai seorang petugas penyapu jalanan, Elias tak jarang terlihat ikut nangkring di pangkalan becak yang banyak dilalui para pejalan kaki, semisal, di areal pasar TPI Bonehalang, Tribun Lapangan Pemuda Benteng, dan kompleks ex. pasar sentral lama Benteng, yang kini tinggal menyisakan puing-puing.
Dalam penuturannya kepada wartawan, Elias Idris (40 thn) mengakui, untuk seharinya, dia bisa mengumpulkan uang tambahan sampai dua puluh ribu rupiah yang diperoleh dari profesi sampingannya sebagai penggayuh becak keliling kota Benteng.
Beruntung, ekonomi keluarganya masih dapat ditopang oleh penghasilan, Bau Isa (45 thn), istrinya yang sehari-hari bekerja sebagai buruh cuci di rumah salah seorang perwira polisi di daerah ini dengan upah seratus lima puluh ribu rupiah perbulan.
Baru belakangan ini, Bau Isa resmi bekerja sebagai seorang pembantu rumah tangga, tentu dengan upah tiga ratus ribu rupiah perbulan. Upah yang sedikit lebih tinggi dari penghasilannya sebagai seorang buruh cuci. Kendati, dia  harus meninggalkan rumah, sejak dari pagi sampai pada pukul 21.00 WITA, kenangnya kepada wartawan media ini. (*)

Sabtu, 03 Maret 2012

Polres Kepulauan Selayar Gulung Sindikat Penyelundup Narkotika Golongan Satu


Curiga dengan kemasan paket kiriman bernomor expedisi sepuluh yang dikemas dalam bungkusan plastik warna merah, warga masyarakat langsung melaporkan keberadaan  kemasan kiriman mencurigakan di perwakilan bus SM ke Mako Polres Kepulauan Selayar. 
Mendasari laporan masyarakat tersebut, tim buser polres setempat pun langsung bergerak menuju ke TKP dan melakukan proses identifikasi terhadap kiriman asal kota Makassar yang ditujukan kepada H.S.
Dari hasil pemeriksaan, polisi  berhasil menemukan barang bukti berupa narkotika golongan satu jenis shabu-shabu yang diselipkan pengirim, di dalam kemasan roti. Berselang beberapa menit kemudian, polisi berhasil menciduk tersangka AI (26 thn) yang beralamat di Jl. Poros Bandar Udara Padang, Desa Bontosunggu, Kecamatan Bontoharu.
Tersangka AI diciduk polisi di perwakilan bus SM, saat akan menjemput kiriman dos berisi roti yang salah satunya diselipi satu shacet plastik kecil berisikan butiran Kristal warna putih.
Selain itu, polisi juga berhasil menangkap sejumlah tersangka lain yang diduga merupakan jaringan tersangka AI. Untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, oknum pegawai kelurahan Benteng Selatan berinisial AI ini, terpaksa harus meringkuk di balik hotel prodeo, Polres Kepulauan Selayar, terhitung sejak (17/10) 2011 lalu.
Tersangka AI ditahan polisi atas dugaan, menawarkan untuk dijual, menjual, memiliki, menerima dan menjadi perantara dalam transaksi jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan satu berupa shabu-shabu.
 Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Kepulauan Selayar, Agus Darmawijaya, SH. MH menjelaskan, tersangka AI dan kawan-kawan, telah resmi menjadi tahanan kejaksaan mulai hari Kamis, (02/2) lima pekan kemarin.
Dan atas perbuatannya, para tersangka terancam bakal terjerat pasal berlapis, masing-masing : pasal 114 Ayat (1) UU No. 35, Tahun 2009 Tentang Narkotika, JO Pasal 55 Ayat Ke 1 KUHP, berikut, Pasal 112 Ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009, JO Pasal 55 Ayat (1) Ke 1 KUHP, dan Pasal 131 UU No. 35 Tahun 2009 Tentang : Narkotika, JO Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP, tandas Agus kepada wartawan di ruang kerjanya belum lama ini.(*)        
     

   

Melakoni Profesi Pemulung Di Areal TPA Antara Sampingan Dan Pekerjaan Pokok

Kendati harus terbelit desakan ekonomi, namun masyarakat pemulung di areal tempat pembuangan akhir sampah di Kabupaten Kepulauan Selayar ternyata belum menjadikan profesi memulung sebagai pekerjaan pokok.
Mereka masih lebih cenderung mengolah kelapa menjadi kopra, ketimbang harus mencari dan mengumpulkan barang-barang bekas di tengah teriknya panas matahari dan suara bising eskapator. 
Hal ini dilontarkan Abbas, pria pemulung berusia sekira 43 tahun asal Desa Kaburu, Kecamatan Bontomanai yang ditemui wartawan di sela-sela kesibukannya mengolah kopra yang tak jauh dari areal tempat pembuangan akhir sampah.
Pekerjaan memulung plastik dan barang-barang bekas baru akan dilakoni Abbas bersama istrinya Sunarti (30 tahun), setelah musim panen kelapa berlalu yang hanya berlangsung sekali dalam setahun.
Pada saat bersamaan, profesi memulung plastik dan barang-barang bekas buangan masyarakat pun harus dilakoninya untuk dapat terus menyambung tali kehidupan keluarga. Bagi Abbas, memulung plastik dan barang-barang bekas adalah pilihan terakhir kehidupan keluarganya.
Bahkan, Abbas dan keluarganya seakan telah menyatu dengan kehidupan tempat pembuangan akhir sampah. Tak ada lagi rasa jijik yang dirasakannya, saat dia harus mengolah kopra di tengah kekumuhan bangunan tenda-tenda plastik dan tumpukan barang-barang bekas beraroma tidak sedap.
Lebih jauh Abbas menuturkan, memulung plastik dan barang-barang bekas dari areal tempat pembuangan akhir sampah merupakan pilihan terakhir bagi warga Desa Kaburu setelah musim kelapa berlalu.
Kondisi ini turut diaminkan Saodah (50 thn) yang sudah puluhan tahun melakoni kehidupan sebagai seorang petani kopra sekaligus profesi pemulung barang-barang bekas di sekitar areal tempat pembuangan akhir sampah.
Saodah mengaku, plastik dan barang-barang bekas hasil pilahannya terkadang dijual seharga Rp. 800. Perkilo. Itupun  dalam sebulannya, Saodah hanya mampu meraup keuntungan antara Rp. 200.000,- sampai Rp. 300.000,-.
Harga yang sangat minim memang, bila diperbandingkan dengan energi dan lamanya waktu yang  digunakan oleh perempuan berusia paruh bayah ini untuk bisa mengumpulkan satu kilo plastik aqua dan teh gelas bekas.
Belum lagi, botol-botol aqua berukuran sedang mendadak tidak dibeli para pedagang penampung barang bekas. Kalaupun ada pengusaha penampung yang membelinya, maka botol-botol tersebut hanya akan dibeli murah dari para pemulung.
Biasanya, botol aqua bekas seperti ini dihargai pengusaha penampung sampai angka Rp.500,- perkilonya.
Tak hanya Saodah dan Abbas yang bernasib malang seperti ini. Tetapi, kisah yang tak kalah memiriskan  juga turut dirasakan Hamzah (53 tahun) yang sehari-harinya bekerja sebagai pembeli, sekaligus pencari kardus-kardus bekas buangan masyarakat di areal TPA.
Profesi ini mulai dilakoninya sejak sembilan tahun silam, saat areal tempat pembuangan akhir sampah masih berada di bilangang lingkungan Parappa, sampai kemudian TPA bergeser ke Desa Kaburu.
Dalam penuturannya kepada wartawan Hamzah mengaku, untuk sehari dia bisa mengumpulkan uang sampai dua puluh lima ribu rupiah dari hasil menimbang kardus-kardus bekas yang dipilahnya dari gundukan sampah berbau di areal TPA.
Pekerjaan mengumpulkan kardus-kardus bekas sampai takaran lima puluh kilo, terkadang harus dijalani Hamzah mulai dari pukul 08.00 sampai pukul 18.00 WITA. Setelah itu, barulah dia mengemas kardus-kardus bekas tersebut untuk dijual kepada pengusaha penampung langganannya dengan harga jual lima ratus rupiah untuk persatu kilonya.
Dari hasil menimbang kardus-kardus bekas ini pulalah, Hamzah mampu menghidupi sembilan orang anggota keluarganya, termasuk satu orang cucunya yang baru menapaki usia dua tahun. Bocah malang yang ditinggal menikah lagi oleh ayah kandungnya.
 Himpitan ekonomi, bahkan sempat membuat kandas pendidikan empat orang anak kandungnya. Tiga diantaranya, hanya sempat menamatkan pendidikan sampai di bangku kelas enam sekolah dasar.
Sementara, Jumriani putri sulungnya harus ikut berhenti sekolah, tepat saat akan mengikuti ujian akhir di bangku kelas tiga SMA Muhammadiyah Benteng Selayar, lantaran terbentur persoalan biaya pendidikan.
Dalam kondisi seperti ini, tak ada pilihan lain baginya, kecuali menikah dengan lelaki pilihan hatinya. Namun sayang sekali, pernikahannya pun harus kandas, setelah prahara menimpa rumah tangganya yang berbuntut perceraian. Meski sebelumnya, dia sempat dikaruniai seorang anak.
Sebagai dampaknya, tinggallah kini, Alfatiha, putranya yang harus menanggung beban perceraian kedua orang tuanya. Sedang ayahnya, tak lagi pernah mengirim kabar berita tentang keberadaannya kini. Terlebih lagi, untuk mengirimkan biaya kehidupan kepada mantan istri dan anaknya.
Seperti apa dan bagaimana masa depan kehidupan Alfatiha, pasca perceraian kedua orang tuanya???. Ikuti terus penelusuran kami pada  edisi berikutnya. (*) 

                   


TOP RELEASE

Gaul Cell Selayar

Gaul Cell Selayar
Jual Beragam Jenis Telefon Selular & Melayani Service Kerusakan Ponsel
Powered By Blogger