Harapan besar pemerintah pusat, agar Indonesia dapat segera melakukan penghematan subsisdi BBM sebesar Rp. 27 trilyun pertahun melalui penerapan program konversi minyak tanah ke gas, tidaklah seindah kenyataan yang terjadi di lapangan.
Sebagai buktinya, rakyat negeri ini nyaris dibuat trauma oleh peristiwa ledakan ratusan unit kompor gas yang dibagi-bagikan pemerintah kepada masyarakat dalam rangkaian program konversi minyak tanah ke gas.
Dalam rentang waktu beberapa tahun terakhir, tak kurang dari puluhan nyawa dan ratusan unit rumah warga di sejumlah daerah di Indonesia, ludes terlalap si jago merah yang dipicu oleh ledakan tabung gas elpiji ukuran 3 kg, tak terkecuali yang terjadi di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi-Selatan.
Fakta lain mengungkapkan, dari sekian banyak kompor gas yang disalurkan pemerintah pusat kepada pemerintah kabupaten/kota, tak sedikit diantaranya yang diterima dalam kondisi rusak dan tidak dapat dimanfaatkan sama sekali.
Akibatnya, kompor-kompor tersebut harus tinggal menghuni ruang kantor kelurahan dan desa yang menjadi perpanjangan tangan pemerintah kabupaten di dalam mendistribusikan kompor-kompor bantuan ini di level kelurahan dan desa, pada sebelas wilayah kecamatan daratan dan kepulauan.
Selain juga perlu digaris bawahi, bahwa trauma berkepanjangan yang dirasakan masyarakat sebagai bias dari peristiwa ledakan tabung gas elpiji ukuran 3 kg bantuan pemerintah pusat ini telah berbuntut membuat sebahagian kompor gas yang diterima warga hanya tinggal menjadi bahan pajangan di beberapa rumah penduduk di daerah setempat.
Kondisi seperti ini, salah satunya berhasil dijumpai dari dalam ruangan sebuah dapur milik salah seorang warga Desa Jinato, Kecamatan Takabonerate yang membiarkan kompor gasnya tinggal menjadi besi karatan bersama setumpuk barang-barang rongsokan lain di dalam sebuah wadah baskom hitam.
Sementara itu, bagian tengah slang berwarna hitam yang menghubungkan kompor dengan tabung gas mulai tampak dibalut dengan menggunakan latbang. Tindakan ini diduga sengaja dilakukan untuk menghindari terjadinya kebocoran slang yang dapat memicu ledakan gas, saat kompor dinyalakan.
Hingga pada akhirnya, kompor tersebut harus tinggal menjadi barang rongsokan tak berguna dan sama sekali tidak memiliki nilai rupiah lagi. Sebab, dijual kepada pedagang penampung besi tua pun, beratnya sudah pasti tak mencukupi satu kilo gram.
Ironisnya lagi, dalam beberapa terakhir tabung gas elpiji ukuran 3 kg mendadak hilang di pasaran, tanpa terkecuali di tingkat agen dan pedagang pengecer di Kabupaten Kepulauan Selayar dan sejumlah kabupaten tetangganya.
Berangkat dari fenomena ini, maka dapat simpulkan, bahwa pemerintah pusat hampir tak pernah bisa memberikan solusi terhadap persoalan yang tengah dihadapi oleh rakyat negeri ini.
Bahkan, gerakan kampanye menghemat subsidi BBM melalui penerapan program konversi minyak tanah ke gas yang disampaikan langsung presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dinilai sejumlah kalangan, belumlah tepat sasaran dan bukan sebuah jalan keluar bagi rakyat Indonesia.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar