Sumur pangaru di Desa Sambali, Kecamatan Pasimarannu, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi-Selatan, menyisakan banyak cerita mistik dan fenomena alam yang sepintas lalu sulit untuk diterima oleh logika dan akal sehat.
Dimana sekali waktu, tepat di pertengahan malam purnama, di tahun 1990-an, warga Sambali tiba-tiba dikagetkan dengan peristiwa meluapnya “sumur pangaru”.
Pada saat bersamaan, salah seorang warga bergegas menyampaikan fenomena tersebut kepada Ompu Janggo, tokoh adat Sambali yang pada masa itu telah berusia ratusan tahun.
Mendengar informasi tersebut, sang tokoh adat berpostur bungkuk ini pun, langsung bergegas menuju ke lokasi “sumur Pangaru” dengan menenteng sebuah ember plastik berukuran kecil.
Malam itu, adalah kali pertama Ompu Janggo datang ke sumur pangaru untuk mengambil air. Pasalnya, Ompu Janggo tak lagi mampu untuk menimba air di sumur, seperti kebanyakan warga Sambali pada umumnya.
Ironisnya, setelah Ompu Janggo datang dan mengambil air di sumur pangaru, air sumur, perlahan-lahan surut dan akhirnya kembali seperti sediakala. Keesokan harinya, warga Pulau Bonerate pun datang berbondong-bondong ke rumah Ompu Janggo untuk meminta air yang diseduhnya dari “sumur pangaru”.
Air yang diperoleh Ompu Janggo dari “Sumur Pangaru” diyakini warga masyarakat Kecamatan Pasimarannu mampu menjadi penangkal beragam bentuk penyakit.
Menurut penuturan Jumadin (36 tahun), dulunya sumur pangaru dikelilingi oleh tiga pohon besar yakni, pohon melai, sampela, dan dongkala yang sekaligus menjadi perisai atau pelindung tempat mandi masyarakat.
Kala itu, sebuah susunan batu gunung membungkus tulang Kima raksasa yang menjadi tempat penampungan air untuk memenuhi kebutuhan mandi sehari-hari masyarakat yang terbagi atas dua buah bangunan masing-masing untuk tempat mandi kaum pria dan kaum wanita.
Tempat mandi kaum pria diposisikan di sebelah utara sumur, sedang tempat mandi wanita berada di sebelah selatan sumur. Kendati sekarang, susunan batu gunung tersebut telah disulap menjadi sebuah bangunan kamar mandi permanen.
Bahkan, keberadaan pohon melai dan dongkala raksasa di areal “Sumur Pangaru” tinggal sebuah cerita. Kedua pohon raksasa tersebut kini telah mati, lantaran, usianya yang telah berkisar ratusan tahun.
Membuat kedua pohon ini, tak lagi mampu mengimbangi daun dan tangkainya yang semakin hari, semakin bertambah lebat. Meski, ukuran lingkaran batangnya hampir mencapai lima depah lengan orang dewasa.
Catatan Biography singkat Ompu Janggo
Ompu Janggo adalah tokoh adat Desa Sambali berusia ratusan tahun yang melewati sisa-sisa umurnya dalam kondisi bungkuk dan tidak jarang harus berjalan dengan menggunakan tumpuan tangan di atas tanah.
Rambut dan janggut panjang memutih sangat jelas menggambarkan usia rentah Ompu Janggo. Ironisnya, karena sampai diakhir usianya, gigi Ompu Janggo, tak satupun yang tanggal.
Berbeda dengan kondisi orang tua pada umumnya yang pada akhir usianya mulai terlihat ompong alias tidak lagi bergigi. Ingatannya pun tetap normal, dan sama sekali tidak luntur.
Sungguh, merupakan sebuah bentuk mukjizat luar biasa yang diturunkan Sang Pencipta kepada seorang Ompu Janggo. Sebab secara umum, orang yang telah berusia rentah rata-rata mulai pikun dan sering lupa ingatan. Penjelasan ini disampaikan Kepala Desa Sambali, Basra kepada wartawan hari, Jumat, (9/12) petang. (fadly syarif)