Menatap Pesona Sunset Bumi Tanadoang

Menatap Pesona Sunset  Bumi Tanadoang

Selasa, 06 Desember 2011

Catatan Pahit Getir Kehidupupan Journalis

Defisit Anggaran Pembangunan Dan Belanja Daerah yang sudah dalam kurun waktu dua tahun anggaran terakhir, melanda lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi-Selatan, tampak mulai berpengaruh signifikan terhadap kelancaran perputaran roda perekonomian di daerah ini.
Bahkan, imbas defisit anggaran mulai turut mempengaruhi kelancaran operasional kegiatan peliputan di kalangan para pekerja kuli tinta di daratan Bumi Tanadoang, terutama untuk mengolah data dan informasi menjadi sebuah berita.
Pasalnya, pembayaran biaya langganan koran pun terkadang baru dibayarkan bendahara pemerintah pada bulan ketiga dalam tahun berjalan. Itupun, bila anggaran daerah tidak sedang mengalami defisit seperti sekarang.  
Dalam kondisi seperti itu, konsekuensi meminjam computer SKPD, sampai Laptop perangkat pemerintah desa terkadang menjadi sebuah hal yang tak lagi dapat terhindarkan.
Terlebih lagi, untuk mendukung kelancaran tugas pengolahan berita yang harus dikirim ke meja redaksi masing-masing media. Cara ini tak jarang dilakukan para pekerja kuli tinta lokal di saat mereka harus mengejar deadline.
Kondisi terparah terkadang dialami wartawan media harian, baik terbitan regional Sulsel, maupun media terbitan nasional yang jam deadlinnya telah ditetapkan redaksi hanya sampai pada pukul 15.00 WITA.
Pada musim paceklik seperti ini, camera yang harusnya menjadi satu-satunya senjata seorang pekerja kuli tinta tak jarang harus ke luar masuk rumah gadai untuk menutupi tingginya biaya operasional pengiriman berita via warnet yang tak jarang pula menumpuk menjadi sebuah catatan utang.
Untuk aku pribadi,  di luar dugaan, pembengkakan nilai utang pengiriman berita di warnet untuk tahun 2011 mengharuskan aku untuk  kembali menggadaikan satu-satunya camera shoot mini DV kesayanganku, senilai Rp. 600.000,- kepada salah seorang rekan dekatku.
Parahnya, karena camera shoot cadangan yang kuharapkan bisa digunakan sementara pun, tiba-tiba mengalami kerusakan mekanik yang membutuhkan biaya perbaikan senilai kurang lebih Rp. 1.000.000,-.
Jangankan untuk memperbaiki camera, membeli tas sandangpun untuk tahun ini rasa-rasanya sangat berat bagiku terlebih disaat kondisi uang simpanan kian menipis. Padahal, harga tas sandang sebenarnya tidaklah seberapa.
Menggunakan tas sobek yang sudah nyaris putus, masih jauh lebih baik, ketimbang aku harus menggadaikan independensi kewartawananku hanya untuk meraup rupiah. 
Meski harus kuakui, biaya kos-an untuk bulan Desember bulan belum lagi lunas terbayar. Dalam kondisi ini, sepertinya aku harus berpikir lebih dalam lagi bagaimana caranya mencetak rupiah yang lebih besar, paling tidak, untuk bisa menutupi biaya kos-anku sebesar Rp. 300.000,- perbulannya.  (*)       

Senin, 05 Desember 2011

SDN Jinato Kejar Perbaikan Nasib Dunia Pendidikan Dibawah Nakhoda Siddik, S.Pd


Perbaikan nasib dunia pendidikan di daerah kepulauan terpencil di wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi-Selatan, kian memperlihatkan titik terang, seiring dengan mulai tumbuhnya kemauan, dan kerja keras dari kalangan para tenaga pendidik untuk mencetak lahirnya peserta didik yang berprestasi, berahlak mulia, berwawasan global yang berlandaskan nilai-nilai luhur budaya sesuai dengan ajaran serta tuntunan agama.
Sebuah keinginan luhur yang kemudian secara spontanitas dituangkan Kepala Sekolah SDN Jinato, Siddik, S.Pd pada penjabaran Visi sekolah yang dipimpinnya saat ini.
Beragam langkah terobosan pun, terus diupayakan Siddik bersama segenap jajaran tenaga guru di sekolahnya demi untuk merefleksikan visi sekolah yang telah dirancang bersama dengan kalangan dewan guru dan komite sekolah, salah satunya dengan terus meningkatkan prestasi akademik lulusan SDN Jinato dari tahun ke tahun, melalui bekal peningkatan bidang keterampilan dan peningkatan prestasi extra kurikuler siswa.
Meski Siddik mengakui, hal tersebut tidak akan dapat berjalan sempurna tanpa dibarengi dengan program peningkatan minat baca siswa dan wawasan sosial  kemasyarakatan.
Sehingga dengan sendirinya, akan terbentuklah peserta didik yang handal, berahlak, dan berbudi pekerti luhur sebagaimana harapan pemerintah pusat pada umumnya dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar pada khususnya, cetus Siddik dalam kesempatan berbincang dengan wartawan di ruang kerjanya beberapa waktu lalu. (fadly syarif)

Minggu, 04 Desember 2011

Permainan Longga & Berjalan Dengan Kaki Tempurung Lengkapi Keanekaragaman Budaya Pasimarannu

Permainan longga’ dan berjalan dengan kaki tempurung, merupakan dua bentuk permainan tradisional yang pernah tumbuh dan berkembang di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi-Selatan sejak ratusan tahun silam.
Kedua bentuk permainan tradisional ini mencapai puncak keemasannya pada era tahun 1980-an. Hingga pada akhirnya, permainan longga dan berjalan dengan kaki tempurung mulai pupus di masyarakat dan tergantikan oleh beragam permainan modern, semisal game, point blank, serta permainan berbentuk taruhan yang kerap diistilahkan dengan poker.
Empat permainan yang tumbuh dan berkembang, seiring dengan masuknya zaman computerisasi di era modern saat ini. Permainan longga dan berjalalan dengan kaki tempurung sendiri, baru kembali muncul di masyarakat menjelang akhir tahun 2011, tepatnya, pada medio bulan November.
Kedua permainan tradisional ini pertama kali dimasyarakatkan kembali oleh beberapa orang bocah, di Dusun Limbo, Desa Batu Bingkung, Kecamatan Pasimarannu, Kabupaten Kepulauan Selayar.
Menyambut tumbuh dan berkembangnya kembali permainan longga dan berjalan dengan kaki tempurung di tengah-tengah masyarakat Desa Batu Bingkung, Camat Pasimarannu, Andi Abdurrahman, SE, M.Si berharap, “kedua bentuk permainan tradisional ini dapat terus dilestarikan di tengah-tengah masyarakat Kecamatan Pasimarannu dari waktu ke waktu”.
Terutama, dalam rangka mendukung dan menyukseskan terwujudnya Kecamatan Pasimarannu sebagai daerah tujuan wisata terdepan di belahan Kawasan Timur Indonesia.
Rahman berharap, permainan longga dan berjalan dengan menggunakan kaki tempurung, dapat menjadi wahana pelengkap keanekaragaman budaya leluhur di Kecamatan Pasimarannu.
Meski sebelumnya, permainan ini adalah dua bentuk permainan tradisional yang pernah tumbuh dan berkembang di bagian  utara Ibukota Kabupaten Kepulauan Selayar, tepatnya di Kecamatan Bontomate’ne, kenangnya. 
Dikatakannya, masyarakat Kecamatan Pasimarannu patut berbangga dengan kekayaan potensi alam wisata bahari, sejarah, maupun keanekaragaman budaya yang terdapat di wilayahnya.
Pasalnya, asset ini adalah merupakan modal besar yang sangat potensial untuk ditumbuh kembangkan dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat melalui program pembangunan investasi kepariwisataan. (fadly syarif)


   
       




Menjadikan Kecamatan Pasimarannu Terdepan Obsesi Mulia Sosok Andi Abdurrahman

Mewujudkan Kecamatan Pasimarannu Terdepan. Setidaknya,  begitulah bunyi petikan obsesi mulia yang acap kali disuarakan sosok Andi Abdurrahman, SE, M.Si dalam kapabilitasnya sebagai Camat Pasimarannu, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi-Selatan.
 Kalimat terdepan bagi Abdurrahman bukan hanya sekedar slogan tanpa makna. Karena baginya, sebuah wilayah pemerintahan, baru bisa dikategorikan sebagai daerah terdepan, bila indikator ketaatan beragama telah mampu menjadi pondasi dasar terbangunnya rasa persaudaraan yang erat dalam rangka menciptakan lingkungan kehidupan yang damai dan sentosa, berlandaskan, etos budaya, dan kepatuhan masyarakat terhadap peraturan pemerintah, serta, perundang-undangan yang berlaku.
Kondisi ini, tentu saja diharapkan bakal mampu melahirkan kehidupan masyarakat yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam merefleksikan program pembangunan dan pemerintahan, melalui keaktifan dan peran serta masyarakat di dalam membangun pencitraan kehidupan yang jauh lebih baik.
Sehingga dengan sendirinya, akan terbangunlah lingkungan pemukiman yang selalu nyaman untuk dihuni di tengah-tengah kehidupan masyarakat ramah lingkungan yang senantiasa mengedepankan etos budaya.
Lebih jauh, Andi Abdurrahman, bahkan telah menyatakan kebulatan tekadnya untuk membangun hubungan fungsional dan tata kerja pelayanan sesuai standar operasional prosedur sebagai mesin pendorong dalam menggerakkan aktivitas ekonomi masyarakat, dengan menggalang kemitrausahaan berdasarkan potensi dan karakteristik lokal.
Kendati harus diakui, bahwa pergerakan aktivitas ekonomi masyarakat, baru  akan mampu berjalan efektif, dikala pemerintah berhasil menciptakan hadirnya layanan informasi dan konseling untuk menumbuhkan semangat partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
Tanpa mengenyampingkan upaya untuk mendorong penataan dan pengembangan kawasan pemukiman yang sehat, nyaman, dan ramah lingkungan. Khususnya, di dalam mengembangkan etos kebudayaan, dan harmonisasi kehidupan sosial, berbasis nilai-nilai religius.
Menurutnya, program ini sangatlah penting artinya untuk mengantarkan masyarakat, menuju arah kehidupan yang jauh lebih sejahtera dan berkualitas. Satu hal yang perlu disadari kata Rahman, bahwa pengucapan sumpah jabatan sebagai seorang Camat, merupakan sebuah pernyataan kesiapan untuk mengemban amanah rakyat,yang harus dibayar mahal dengan mempertaruhkan kepentingan pribadi di atas kepentingan kelompok atau golongan. Sebagaimana penekanan Undang-Undang Dasar tahun 1945, tandasnya. (fadly syarif)    





Jumu, Tokoh Seniman Legendaris Bertangan Bengkok Dengan Segudang Kelebihan

Kehamilan pada usia Sembilan bulan adalah masa-masa paling menegangkan bagi seorang ibu hamil. Pada saat bersamaan, rasa cemas yang disertai penantian panjang berbaur menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan. Satu hal yang pasti, bahwa tak seorang pun ibu hamil yang pernah mengharapkan anaknya terlahir dalam kondisi tidak normal atau mengalami gangguan fisik pada organ tubuhnya.
Kondisi tak jauh berbeda, tentulah sangat diharapkan pasangan (Alm) Kadi & Saiya, ibu kandung Jumu, pria kelahiran Pulau Bonerate, 10 September 1976 yang harus terlahir dengan tangan bengkok.
Kendati hal tersebut, tak sekalipun pernah membuat Jumu merasa berkecil hati. Dia tetap menjalani hidupnya dengan penuh keceriaan, sama seperti kehidupan manusia normal pada umumnya. Tangan bengkok, tak pernah sedikitpun menjadi hambatan berarti bagi anak kedua dari tiga orang bersaudara ini untuk tetap melakoni rutinitasnya sebagai seorang petani dan peternak kambing di tengah-tengah kehidupan masyarakat Dusun Limbo, Desa Batu Bingkung, Kecamatan Pasimarannu, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi-Selatan.
Selain dikenal sebagai sosok peternak yang ulet dan pekerja keras, Jumu juga disebut-sebut sebagai tokoh seniman legendaries yang sangat piawai memainkan pukulan gendang Pangaru dengan bantuan tangan bengkoknya.
Jauh sebelum, tradisi pajoge’ lahir, dan berkembang di Pulau Bonerate dibawah iringan music electone.  Pada saat bersamaan, Jumu bahkan tak jarang terjun langsung sebagai pelaku pada penampilan atraksi Pangaru dengan bekal kelebihan luar biasa yang sulit diterima oleh logika dan akal sehat. Pasalnya, dengan modal tangan kosong dan berbekal jari pada tangan bengkoknya, konon, Jumu  mampu melukai pasangan bermainnya di arena Pangaru. Terlebih lagi, bila gendang mulai ditabuh.
Kendati lawannya di arena Pangaru, lebih banyak menggunakan senjata tajam, sejenis pedang, dan keris. Dikalangan keluarga dekatnya, Jumu dikenal sangat peka mendengar suara tabuhan music gendang Pangaru. Tak heran, bila sebelum meninggalkan rumah menuju arena Pangaru, Jumu terlebih dahulu akan melakukan serangkaian prosesi ujian kekebalan tubuh dari sabetan senjata tajam.
Bila dalam prosesi tersebut, tubuhnya terluka setelah terkena sabetan keris ataupun benda tajam lain, Jumu akan membatalkan penampilannya di arena Pangaru. Sampai akhirnya, tradisi Pangaru di Dusun Limbo harus sirna, lantaran tergilas oleh perputaran roda zaman yang kian modern. 
Kala itu, Jumu terpaksa beralih profesi sebagai seorang penunggang kuda balapan. Dengan menyadari posisinya, sebagai tulang punggung keluarga yang secara otomatis menggantikan posisi ayahnya yang telah lebih awal berpulang ke pangkuan Sang Pencipta. Kendati profesi pelaku Pangaru, dan penunggang kuda, tinggallah menjadi sekedar kenangan masa lalu yang tak kan lagi pernah terulang. Setelah Jumu, memutuskan untuk terjun sebagai seorang petani dan peternak kambing, dengan tujuan  meringankan beban pekerjaan ibunya yang telah memasuki usia rentah.
Begitulah, Jumu melewatkan kehidupan kesehariannya bersama Sang ibu tercinta, di tengah-tengah bangunan rumah kayu berukuran sederhana yang terletak di  Gang 2, Dusun Limbo Timur, Desa Batu Bingkung. (fadly)  

Jumat, 02 Desember 2011

Peneliti Tambang Nikel Asal Jakarta Hilang di Kawasan Hutan Pulau Lambego

Seorang peneliti bernama Nurman, (48 tahun) asal Jakarta yang pada hari Senin, (28/11) kemarin, berangkat ke Pulau Lambego, Kecamatan Pasimarannu, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi-Selatan yang bermaksud untuk  meneliti dan melakukan pemetaan kandungan tambang nikel, dinyatakan hilang di sekitar kawasan hutan Pulau Lambego.
Korban diperkirakan hilang, setelah sempat terpisah dari empat orang tim Dinas Koperasi, Perindustrian, Pertambangan, dan Energi Kabupaten Kepulauan Selayar yang turut didampingi salah seorang staf Pemdes Lambego.
Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian, Pertambangan & Energi Kabupaten Kepulauan Selayar,  Ir. H. Rustam Noor menandaskan, saat ini, pencarian korban tengah ditangani aparat kepolisian Sektor Pasimarannu dibantu aparat Polres dan Tim Badan Sar Nasional Kepulauan Selayar yang telah diberangkatkan ke TKP hari Rabu, (30/11) malam.
Rustam menambahkan, pemerintah kabupaten telah melaporkan informasi hilangnya korban, ke Markas Besar Polri di Jakarta. Kendati demikian, hingga pukul 24.00 hari, Kamis, (1/12) dini hari, belum ada informasi yang jelas terkait dengan hasil pencarian korban.
Satu yang pasti, bahwa empat orang tim pendamping dari pemerintah kabupaten, bersama dua rekan korban sampai saat ini masih berada di Pulau Lambego.
Ungkapkan ini disampaikan H. Rustam Noor kepada wartawan via telefon selular, hari Jumat, (2/12) siang, yang turut diamienkan kepala bidang pertambangan, Ince Rahim. (fadly)
             


Kamis, 01 Desember 2011

Semoga Sail Takabonerate 2012 Dapat Membangkitkan Sektor Pariwisata

Demikian harapan anggota Komisi D DPRD Provinsi Sulawesi-Selatan dari Fraksi Partai Golkar, DR. (HC). H. Ince Langke IA, MM. Pub. Dia  berharap banyak, semoga Sail Takabonerate tahun 2012 mendatang dapat benar-benar terwujud sebagaimana harapan semua pihak.
Dengan demikian, Sail Takabonerate diharapkan menjadi pemicu sektor pariwisata sebagai salah satu lokomotif perekenonomian masyarakat Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi-Selatan.
Dalam kaitan itu, support dan perhatian dari semua stekholder terkait tentu sangatlah  dibutuhkan, terutama pada tataran pembenahan, penyempurnaan, dan peningkatan infrastruktur dasar penunjang bangkitnya sektor kepariwisataan daerah.
Semisal, sarana perhubungan & telekomunikasi, termasuk aksesibilitas dari dan menuju Takabonerate, serta pemantapan fasilitas akomodasi, air bersih, listrik dan penginapan layak huni bagi para pengunjung.
Dan satu hal yang tak kalah pentingnya adalah edukasi, penyiapan masyarakat untuk menjadi masyarakat pariwisata yang seutuhnya, tandas mantan Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Selayar ini, sembari berucap, Sucses Sail Takabonerate. (fadly)

Penemuan Dua Life Jacket Gegerkan Warga Nelayan Desa Majapahit

Bersamaan dengan mulai bertiupnya angin barat tahun 2011, masyarakat nelayan rumput laut di Desa Majapahit, Kecamatan Pasimarannu, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulsel, kembali digegerkan dengan penemuan dua buah life jacket (pelampung baju, red) yang ditemukan terdampar di pesisir pantai Desa Majapahit pada hari, Selasa, (21/11) dua pekan kemarin.
Life jacket tersebut masing-masing berwarna orange dan merah. Namun karena kondisinya yang sudah sobek, life jacket berwarna orange langsung dibuang kembali ke laut.
Sedangkan, life jacket berwarna merah tetap diamankan Anjeng (76 tahun) warga masyarakat yang pertama kali menemukan life jacket tersebut. Awalnya Anjeng berpikir, untuk menggunakan life jacket temuannya untuk turun melaut.
Terlebih lagi, keadaan life jacket yang ditemukannya memang tergolong masih cukup layak pakai. Anjeng baru berubah pikiran, saat memperhatikan terdapat tulisan spidol berwarna hitam di balik life jacket yang menunjukkan identitas kapal.
Pada saat bersamaan, Anjeng langsung menghubungi nomor telefon selular salah satu wartawan media terbitan regional Sulsel kenalannya dan menginformasikan perihal barang temuannya itu.
Mendengar informasi yang disampaikan Anjeng via telefon selular, sang wartawanpun langsung meluncur ke lokasi penemuan life jacket untuk melakukan secara langsung terhadap identitas yang tercantum di bagian belakang life jacket dimaksud.
Dari hasil pengamatan di lapangan berhasil ditemukan bukti petunjuk berupa tulisan spidol snowman berwarna hitam bertuliskan : KE 5 P/F KM. 201 SUPT. ROOM. (fadly)
    

Mantan Anggota DPRD Fraksi Partai Golkar Berpulang Ke Rahmatullah

Belum lagi kering air mata duka yang menetes di lingkungan DPRD Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi-Selatan, atas  berpulangnya ke rahmatullah Kepala Bagian Hukum Sekretariat DPRD setempat, Andi Rusbandi, Pas.
Pekan ini, tepatnya hari Rabu, (30/11), sekira pukul, 16.30 WITA, linangan air mata harus kembali tumpah di kalangan keluarga besar DPRD menyusul berpulangnya ke rahmatullah, Drs. H. Abd. Rahman Masyariki (70 tahun).
Semasa hidupnya, mantan anggota DPRD dua periode dari Fraksi Partai Golkar ini dikenal cukup kritis dalam beberapa kali menyampaikan pandangan terhadap naskah perubahan anggaran yang disodorkan lembaga eksekutif melalui Sidang Paripurna DPRD.
Almarhum menghembuskan nafas terakhir dalam status sebagai pasien rawat jalan karena di duga mengidap penyakit ferforasi lambung atau yang dalam bahasa medisnya lebih kerap diistilahkan dengan gastritis.
Sosok Rahman Masyariki, pergi dengan meninggalkan satu orang istri, satu orang puteri, dan dua orang cucu. Sebelum diantarkan ke tempat pembaringan terakhirnya, di pemakaman keluarga yang terletak di Desa Parak, Kecamatan Bontomanai, jenazah almarhum terlebih dahulu disemayamkan di rumah duka di Jl. Raden Ajeng Kartini No. 35 Benteng Selayar.
Kalangan insan pers lokal Kepulauan Selayar mencatat, almarhum, adalah  mantan anggota DPRD Selayar ketiga yang telah berpulang ke pangkuan haribaan untuk selama-lamanya.
Setelah beberapa waktu sebelumnya, Opu Andi Nomang dan Irwan Umar, SH telah lebih awal berpulang ke pangkuan Sang Khalik. (fadly)    

“Sumur Pangaru” Inspirasi Awal Lahirnya Tradisi Pangaru di Desa Sambali

“Sumur Pangaru”, terletak di Dusun Sambali Barat, Desa Sambali, Kecamatan Pasimarannu, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi-Selatan. Sebuah bangunan sumur tua, berusia sekira ratusan tahun yang mengilhami lahirnya budaya Pangaru di wilayah Desa Sambali.
Sumur berkedalaman sekira 12 depah ini, merupakan refleksi nyata dari besarnya semangat gotong royong masyarakat Pulau Bonerate secara umum, dan masyarakat Desa Sambali pada khususnya, untuk dapat memperoleh sumber mata air dengan cara melakukan penggalian secara berpindah-pindah.
Setelah sumur pertama yang digali terasa asin, masyarakat kembali melakukan penggalian kedua di lokasi yang sama, dengan jarak sekira 5 meter dari tempat penggalian sumur pertama yang kini telah kembali diratakan dengan tanah oleh masyarakat.
Setelah berhasil mendapatkan sumber mata air yang diimpikan, secara spontanitas masyarakat langsung menghujamkan parang, keris, dan beraneka benda tajam lain, ke tubuhnya masing-masing, sebagai wujud rasa kesyukuran masyarakat Sambali kepada Sang Pencipta alam semesta.
Ritual ini kemudian dilestarikan masyarakat dalam bentuk atraksi Pangaru yang peringatannya digelar pada setiap tahun. Menurut tokoh masyarakat bernama Rajiu (56 tahun), masyarakat Sambali sangat bersyukur.
Pasalnya, sampai sekarang, sumur dengan ketinggian mata air 1 meter 25 ini tak kunjung kering, meski musim kemarau panjang melanda. Bahkan, ketinggian airnya saat ini telah mencapai pusar orang dewasa.
            Sebagai bentuk apresiasi lembaga PPK atas perjuangan panjang masyarakat untuk memperoleh sumber mata air bersih di tengah perkampungan yang didominasi bebatuan.
Pada fase tahun 2003, lembaga PPK mencoba menggelontorkan anggaran biaya pembangunan sumur permanen dan pembangunan fasilitas bak penampungan air bersih yang jaraknya tidak berjauhan dengan lokasi bangunan “Sumur Pangaru” di Desa Sambali.
            Sumur Pangaru yang bentuk awalnya hanya sumur batu tanpa dinding, kini telah berubah wujud menjadi sumur permanen berbalut semen dengan dukungan kamar mandi umum dan keberadaan dua unit bak penampungan air berbahan baku fiber di sekitarnya.
Kendati untuk memperoleh air dari Sumur Pangaru, masyarakat masih harus bekerja keras mendorong gerobak kayu bermuatan jerigen plastik, dan ataupun menjujung ember berisi air di kepala untuk bisa menutupi kebutuhan air sehari-hari di dalam rumah.
Terkait keresahan masyarakat ini, Camat Pasimarannu, Andi Abdur Rahman sangat mengharapkan kontribusi lembaga PNPM Kecamatan Pasimarannu untuk dapat menjadikan program pipanisasi air bersih di Desa Sambali sebagai program skala prioritas di tahun anggaran 2012 mendatang.
 Lebih Rahman berharap, para pelaku PNPM di wilayah pemerintahannya dapat turut berperan serta dalam menyukseskan program penyaluran air bersih ke pemukiman warga masyarakat di Desa Sambali, melalui pemanfaatan mesin pompa air di “Sumur Pangaru” yang selanjutnya akan dialirkan ke masing-masing pemukiman warga.
Menurut Mantan Ketua DPP Gempita Selayar Periode 1992-1996 ini, kontribusi lembaga PNPM menjadi satu-satunya tumpuan harapan Pemerintah Kecamatan Pasimarannu untuk bisa merefleksikan program skala prioritas pemerintah, terutama dalam rangka memenuhi kebutuhan vital masyarakat akan air bersih.
Pasalnya, dana APBD kabupaten dipastikan tidak akan mampu menutupi besaran kebutuhan dana penyelenggaraan program pipanisasi di Desa Sambali, pungkasnya mengakhiri perbincangan singkat dengan wartawan via telefon selular, hari, Kamis, (1/12) pagi. (fadly) 
     
             

  
    

Rabu, 30 November 2011

Menapaki Jejak Benda Cagar BudayaDi Pulau Bonerate Melalui Pertemuan Sahabat Lama

s

Kerinduan pada seorang kawan lama di lembaga MCS Coremap Phase II Kabupaten Kepulauan Selayar bernama St. Mewah yang kesehariannya aktif bertugas sebagai seorang fasilitator MCS Coremap di Desa Batu Bingkung membawa langkah kakiku untuk singgah dan mengetuk sebuah bangunan rumah batu berukuran sederhana di Dusun Limbo.
Ku ketuk pintu rumah sembari mengucapkan salam, Assalamu Alaikum…,Wa Alaikum Salam…terdengar jawaban dari si empunya rumah. Sampai sejurus kemudian, pintu rumah terbuka perlahan.
Dari balik daun pintu terlihat se sosok wajah yang tak lagi asing bagiku, yah…St. Mewah, sobat lamaku yang langsung mempersilahkan aku masuk dan menduduki kursi plastik warna pink.
kurongoh saku celanaku sembari mengeluarkan bungkusan rokok Class Mild yang selalu setia menemani perjalanan liputanku. Kubakar ujung depannya dengan macis (korek, red), sambil mengarahkan mataku mencari asbak di sekitar ruang tamu.
Pada saat bersamaan, mataku tertuju pada sebuah benda berbentuk piring berwarna kuning keemasan yang sudah kusam menandakan, bila tersebut sudah berusia lebih dari puluhan tahun.
Sejenak, kutertegun menatapi benda yang terpampang dihadapanku. Hati kecilku berkata, benda tersebut adalah benda cagar budaya yang oleh ahli arkeologi kerap diistilahkan dengan BCB.
Ku ayunkan salah satu jari tanganku sambil mengetuk pinggiran benda menyerupai piring yang ada dihadapanku untuk memastikan bila benda itu, adalah benda cagar budaya.
Kuangkat, lalu ku amati bagian pantat bawah benda tersebut secara seksama. Kendati warnanya mulai kusam, namun masih tersisa warna kuning ke emasan yang menjadi cirri khas benda-benda peninggalan keluarga raja di masa lampau.
Setelah segalanya kuanggap pasti, tanganku kembali berkelebat merongoh saku celana yang kukenakan hari itu sembari mengeluarkan camera digitalku. Insting dan kepekaan Jurnalistikku seakan menjadi mahgnit penggerak untuk aku mengabadikan foto benda yang kuyakini sebagai benda cagar budaya tersebut.
Sambil berbincang, mataku ku arahkan pada jam dinding yang telah menunjukkan pukul 11. 30 WITA, pertanda waktu sholat Jum’at kian dekat. Usai ngobrol ngolor ngidul, akupun berpamitan dan melangkah meninggalkan rumah sahabat lamaku, dan selanjutnya menuju Masjid untuk menunaikan shalat Jum’at.
Usai menunaikan shalat Jum’at, aku mulai berkemas melakukan persiapan kegiatan liputan ke Pulau Jinato, tempat dipusatkannya event Takabonerate Island Expedition III.
Tanpa kusadari, bahwa kepadatan agenda liputan dan wawancara dalam kurun waktu satu bulan terakhir, membuat aku nyaris tak punya waktu untuk mencuci pakaian yang satu persatu mulai kotor terpakai.
Sampai akhirny, keberangkatanku kali ini harus membawa setumpuk pakaian basah  yang belum sempat kering, lantaran hujan yang tiba-tiba mengguyur langit Bonerate.
Beruntung, hujan keras yang disertai tiupan angin kencang menjelang keberangkatanku meninggalkan Pulau Bonerate menuju Pulau Jinato, ternyata tidak sempat mempengaruhi kondisi cuaca di sepanjang perjalanan menuju lokasi penyelenggaraan Takabonerate Island Expedition III.
Kondisi cuaca yang lumayan bersahabat, membuat aku begitu menikmati perjalanan panjang dengan menumpangi kapal motor Jabal Rahma. Satu per satu pulau terlampaui.
Sampai sejurus kemudian, mataku tertuju pada pemandangan gugusan pulau Pasitallu yang begitu mempesona. Terlebih, disaat matahari mulai terbenam di atas langit Pulau Jampea.              

Senin, 28 November 2011

Desa Jinato Bangkit Sebagai Industri Pembuatan Perahu

         Pulau Jinato merupakan salah satu dari sembilan gugusan pulau berpenduduk yang secara administratif berada di bawah pemerintahan Kecamatan Takabonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi-Selatan.  
Pulau ini dihuni oleh kurang lebih 284 kepala keluarga yang terdiri atas 241 orang penduduk laki-laki dan 43 orang penduduk wanita. Secara keseluruhan penduduk tersebut tinggal mendiami 38 unit rumah permanen, dan 30 unit rumah semi permanen.
Bahkan, sampai saat ini masih terdapat sebahagian warga lain yang harus tetap tinggal mendiami 152 unit rumah non permanen. Meski dari segi ekonomi, kehidupan masyarakat di daerah ini rata-rata terlihat telah lebih mapan.
Dimana hal tersebut, dapat dibuktikan dari deretan ratusan unit perahu jollor di sepanjang pesisir pantai Desa Jinato yang sehari-harinya menjadi motor penggerak roda perekonomian masyarakat nelayan pesisir setempat.
Laju pertumbuhan ekonomi masyarakat Desa Jinato juga sangat jelas terlihat dari keberadaan 21 unit kios, berikut, 2 unit warung, dan satu unit pasar desa sebagai pusat transaksi ekonomi terbesar di tingkat desa.
Kendati sebelumnya, Pulau Jinato tak lebih dari sekedar gugusan pulau kosong tak berpenghuni yang oleh masyarakat selanjutnya disulap menjadi kawasan pembibitan pohon kelapa dengan memberdayakan lahan seluas 27 Ha.
Bersamaan dengan kian padatnya jumlah penduduk di desa itu, masyarakat pun mulai bangkit mengembangkan pulau Jinato sebagai basis pengembangan wilayah peternakan 342 ekor ayam kampung, dan 220 ekor bebek.
Hingga akhirnya, Pulau Jinato mengalami perkembangan yang kian pesat sebagai kawasan pengembangan peternakan 7 ekor kambing dan 7 ekor sapi bali bantuan dari Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulsel.
Sehingga dengan demikian, sempurnalah sudah keberadaan Pulau Jinato sebagai pusat pengembangan roda perekonomian masyarakat pesisir, terutama setelah mulai berkembangnya program keramba apung tancap dan industri pembuatan perahu tradisional yang dalam perkembangannya mulai banyak dilirik oleh pemesan dari luar Desa Jinato, tanpa terkecuali oleh Gubernur Sulsel, DR. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M.Si, MH.
Usai membuka kegiatan Takabonerate Island Expedition III, Syahrul meminta kalangan pers untuk dapat memaksimalkan promosi Pulau Jinato sebagai kawasan industri pembuatan perahu di Sulawesi-Selatan.
Penegasan itu disampaikannya, setelah mendengar informasi warga masyarakat setempat tentang harga pesanan perahu buatan Pulau Jinato yang nilainya berkisar antara Rp. 40 juta sampai Rp. 60 juta persatu pesanan.
Tolong abadikan gambar perahu buatan masyarakat Pulau Jinato dan tulis bahwa Jinato tak hanya dikenal dengan Taman Laut Nasional Takaboneratenya. Akan tetapi, Jinato juga merupakan kawasan industri pembuatan perahu, cetusnya sesaat sebelum bertolak meninggalkan Pulau Jinato dengan menggunakan helikopter. (*)

Blogger AM Snorkeling di Taka Bonerate

Setelah menempuh perjalanan sekira 8 jam dari Kota Benteng, tepat pukul 22.00 WITA, 9 anggota Komunitas Blogger Anging Mammiri Makassar pun berhasil menapakkan kaki di dermaga Pulau Jinato.
Di pulau inilah Genderang "Taka Bonerate Islands Expedition (TIE III)  ditabuh" oleh Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo pada hari Senin, 21 November 2011.
TIE merupakan agenda tahunan Pemprov Sulsel dan Pemkab Kepulauan Selayar untuk mengangkat keindahan kawasan terumbu karang eksotik dan kawasan atol ketiga terbesar dunia yang terdapat di Takabonerate.
162 rombongan yang ikut dalam trip pertama ini kemudian menikmati makan malam di rumah Kades Jinato, sebelum kami diantar ke rumah Asfar, yang akan menjadi "home stay" peserta dari AM.
Suasana pulau yang didominasi warga turunan Bugis asal Sinjai ini terlihat begitu meriah. Warga bersukacita. Di pulau ini, jalan telah berlapis semen, pantai yang dulunya mudah terkikis air laut kini telah dipasangi tanggul, dermaga pun sudah ada.
Sebagai pekerja LSM konservasi kelautan yang pada tahun 1996 pernah bertugas di pulau Jinato, saya sangat merasakan situasi yang begitu berbeda. Bahkan, keesokan harinya kami langsung menjejal terumbu karang di bagian barat Pulau Tinabo Besar untuk snorkeling.
Pulau yang kini dikelola oleh Balai Taman Nasional Taka Bonerate ini menawarkan keindahan karang dan ikan hias. Nursamsu, karyawan BPD Unit Syariah Maros, bahkan mencoba "dive intro" dipandu instruktur selam PADI Nazrun Jamil di sana. Rela merogoh koceknya demi pengalaman pertama menyelam di Taka Bonerate.
"Saya terkesan sekali, serasa ingin lama dalam air" kata Suwardi Daeng Mappe, blogger lainnya yang baru kali ini melihat pesona Taka Bonerate dengan snorkeling.(*)

Ince Langke Semarakkan Hari Jadi Selayar


Anggota Komisi D DPRD Ince Langke mengingatkan kepada tokoh- tokoh Selayar di Makassar untuk menyemarakkan hari jadi Selayar yang akan dihelat pada tanggal 29 November 2011.

"Ini akan menjadi ajang buat kita untuk membangun semangat ber-Selayar guna menghilangkan perbedaan. Jangan sekedar seremonial tapi makna dan motivasinya apa lagi Takabonerate akan menjadi tempat wisata level Nasional,"kata Wakil ketua DPD I Golkar Sulsel yang dinonaktifkan sejak 2010 tersebut di ruang kerjanya, Kantor DPRD Sulsel, Makassar, Kamis (24/11/2011).
"Jadi dengan adanya semangat ber-Selayar tentu menjadi modal sumber daya manusia dalam menopang wisata kebanggan kita, itu kan sudah Sknya dari Mengko Kesra, "kata perintis hari jadi Selayar ini pada 29 November 1992.
Menurut mantan ketua DPRD Selayar dua periode ini, ingin membentuk ikatan solidaritas guna dijadikan ikatan untuk  kemudian diarahkan untuk sumberdaya pembangunan wisata Selayar. "Itulah yang kita mau telusuri dulu, ikatan apa ini yang kita pakai untuk ikatan semangat berselayar," tutur Ince.(*) 

Mengawali Pagi Bersama Dua Manusia Super Dari Pulau Bonerate

Embun pagi masih tampak membasahi lembaran dedaunan, di kala kuterjaga dari tidur panjangku, setelah semalaman suntuk aku mengarungi perjalanan dengan menumpangi kapal motor kayu dari ibukota Benteng, Kabupaten Kepulauan Selayar untuk bisa tiba di Kecamatan Pasimarannu.
Mengawali hari Jum’at pagi yang cerah, tanpa banyak membuang waktu, aku langsung melanjutkan perjalanan penelusuranku ke Dusun Limbo, Desa Batu Bingkung, untuk bertemu dengan Jumu’ seorang lelaki penderita cacat tuna netra yang disebut-sebut memiliki beragam kelebihan, salah satu diantaranya ilmu kekebalan.
Mengawali pertemuanku dengan Jumu’ kutarik bungkusan rokok class mild yang selalu menjadi teman setia dalam setiap perjalanan expedisi liputanku ke manapun aku melangkah.
Kubakar ujung luarnya, sembari menawari Jumu’ yang sedari tadi memandangiku. Setelah beberapa menit berbincang dengan Jumu. Akupun bergegas meninggalkan rumah kayu berukuran sederhana yang setiap harinya menjadi tempat kediaman Jumu bersama ibu kandungnya.
Berselang beberapa kemudian, langkahku tiba-tiba terhenti melihat tingkah aneh seorang lelaki berusia uzur yang tengah menyulut lengannya dengan rokok tembakau.
Wooww..sungguh menakjubkan.......gumanku dalam hati, sembari mendekati pria rentah yang oleh masyarakat setempat, akrab disapa Ode Anwar itu. Ku abadikan atraksi aneh dihadapanku dengan camera yang sebelumnya sudah ku stand by kan.
Pertemuanku dengan Jumu’ dan Ode Anwar hari itu, seakan menghapus semua kesan lelah dan letih yang aku rasakan di sepanjang perjalanan dari ibukota Benteng, Kabupaten Kepulauan Selayar menuju Pulau Bonerate. (*)     

Menikmati Perjalanan Panjang Menuju Pulau Bonerate

Jam  di telfon selularku telah menunjukkan pukul 12. 24 WITA saat kapal motor yang kutumpangi melepas tambang di dermaga Rauf Rahman Benteng Selayar, untuk selanjutnya bertolak menuju Pulau Bonerate mengantarkan rombongan Ketua Tim Penggerak PKK Kecamatan Pasimarannu  yang hari itu turut didampingi Kepala Desa Lambego, Sambali, dan Kades Batu Bingkung.
Hari  kamis siang itu, cuaca terbilang cukup teduh dan bersahabat, sehingga akupun dapat menikmati perjalanan panjang sambil sesekali mengarahkan pandangan ke arah tepian pantai yang dihiasi deretan pohon nyiur melambai di sepanjang pesisir arah selatan Kabupaten Kepulauan Selayar dengan latar belakang deretan pemukiman nelayan tradisional.
Melintasi pantai Padang, mataku langsung tertuju pada bangunan keramba apung tancap yang dalam kurun waktu lima tahun terakhir kerap disuarakan oleh Bupati Kabupaten Kepulauan Selayar sebagai salah satu bentuk program pemberdayaan masyarakat nelayan pesisir.
Sejenak aku berpikir, tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan pesisir di daerah penghasil jeruk manis itu mulai menunjukkan peningkatan, terlebih lagi dengan ikut meningkatnya pendapatan nelayan dari hasil menggarap keramba apung tancap.
Indah panorama alam laut lepas pantai bagian selatan Kabupaten Kepulauan Selayar seakan terus membangkitkan naluri dan insting Jurnalistikku untuk mengabadikan beberapa moment  gambar yang sempat terlihat di sepanjang perjalananku menuju Pulau Bonerate, dua diantaranya yakni, bangunan mercusuar di perbatasan Desa Appatanah dan Desa Tambolongan, serta pemandangan sunset di atas langit Desa Polassi.
Dari arah kejauhan, pemandangan Pulau Kayuadi dan Pulau Panjang pun mulai nampak jelas terlihat, sebagai simbol teduhnya perairan laut Kabupaten Kepulauan Selayar. Ekspedisi pelayaranku ke Pulau Bonerate terasa kian sempurna di saat mataku tertuju pada lompatan se ekor ikan pari dan terangnya bintang langit yang disempurnakan oleh pemandangan rembulan memerah yang baru akan meninggalkan peraduannya.          
Sampai-sampai, kekuatan pergantian arus di tengah laut  luas pun seakan tak berarti apa-apa bagiku. Bahkan, kekuatan arus yang sesekali memukul-mukul ke arah badan kapal kuanggap tak lebih dari sekedar irama musik sendu di tengah perjalanan.
Kapal motor Karya Murni yang kutumpangi bersama dengan rombongan Ketua Tim Penggerak PKK Kecamatan Pasimarannu tiba dengan selamat di Dermaga Panjang Pulau Bonerate sekira pukul 04.00 hari, Kamis dini hari.(*)
   

Kamis, 17 November 2011

Pepe, Bocah Tunarungu Generasi Penerus Bangsa

Lahir dalam kondisi normal, tentu merupakan impian terindah yang diharapkan oleh semua manusia di atas permukaan bumi ini. Dan tak satupun, mahluk ciptaan Allah SWT yang menghendaki dirinya terlahir dalam kondisi tidak normal, atau dengan kata lain, menunjukkan ketidak mampuan mental, emosi, dan fisik.
        Keinginan yang sama sudah pasti pernah dirasakan pepe. Begitulah orang kerap menyapa bocah penderita tunarungu, berusia sekira 12 tahun, asal Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi-Selatan ini.
            Lantaran tidak mampu untuk berkomunikasi secara normal seperti orang-orang di sekitarnya, pepe terpaksa harus berbicara dengan menggunakan bahasa isyarat yang sesekali diikuti suara berintonasi tinggi, meski tak  seorangpun di sekitarnya yang mampu memaknai ucapannya.
            Yang pasti, bahwa pepe adalah bocah periang dan murah senyum yang pandai berpose di depan camera. Terbukti, pepe acap kali memperdengarkan gelak tawanya, dikala dia merasakan ada sesuatu yang lucu di sekitarnya. Tak terkecuali, disaat penulis mencoba mengabadikan gambarnya.
Saat camera diarahkan padanya, pepe langsung memasang action dengan mengacungkan dua jarinya, sembari tersenyum ringan sebagai gambaran keluguan hati seorang bocah tak berdosa yang tengah mencari jati dirinya.
             Dilihat dari sikap dan perangainya, “pepe” persis sama dengan bocah lain seusianya yang suka bermain dan sesekali tertawa renyah. Satu kelebihan yang dimiliki seorang pepe, karena dibalik ketidak mampuannya berbicara, “pepe” ternyata mampu mengoperasikan computer yang dilengkapi perangkat personal warnet.
Kemahiran pepe mengoperasikan computer sangat jelas terlihat, dikala pepe mencoba untuk mengkoneksikan jaringan internet di warnet Asix langganannya dengan menggunakan peramban google chrome yang tertera di layar computer.
Sebuah warung internet yang terletak di Jalan poros Bonea, Kelurahan Benteng Utara, Kecamatan Benteng, tepatnya di ujung sebelah utara Ibukota Benteng, Kabupaten Kepulauan Selayar.(*)   
      
           
  

TOP RELEASE

Gaul Cell Selayar

Gaul Cell Selayar
Jual Beragam Jenis Telefon Selular & Melayani Service Kerusakan Ponsel
Powered By Blogger